Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menanggapi kontroversi seorang pendeta yang meminta agar Menteri Agama (Menag) untuk hapus 300 ayat dalam Al-Qur’an. Cholil Nafis pun meminta agar pelaku diperiksa oleh dokter jiwa dan apparat penegak hukum.
“Perlu diperiksa zahir batinnya, baik oleh dokter jiwa dan aparat penegak hukum agar toleransi terus terjaga di Indonesia,” katan Cholil melalui akun Twitter-nya, dikutip oleh Hidayatullah.com, Senin (14/3/2022).
Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan meminta, agar kepolisian segera mengusut kasus ini. Terutama karena Saifuddin pernah terjerat masalah yang sama.
“Meminta kepada kepolisian agar mengusut pernyataan Saifudin Ibrahim yang sudah pernah dipenjara sebagai penista agama agar diberikan hukuman lebih berat, agar efek jera,” terangnya.
Menurut Amirsyah, pernyataan yang keluar dari pelaku karena kegagalannya memahami ayat Alquran. “Salah paham terhadap Alquran bahkan gagal paham yang mengatakan ayat Alquran melahirkan paham radikalisme,” tuturnya.
Amirsyah juga meminta agar masyarakat tetap tenang dan menyerahkan masalah ini kepada penegak hukum.
“Meminta semua pihak tetap tenang dan menyerahkan masalah ini kepada aparat penegak hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses, pendeta yang pernah ditangkap pada 2017 karena kasus ujaran kebencian, kembali menimbulkan kontroversi. Dia dinilai, kembali menghina Islam karena menyebut ada 300 ayat Alquran yang perlu dihapus karena memicu tindakan intoleran dalam video terbaru miliknya.
Dalam video berjudul “Pendeta Ini Usulkan Menteri Agama Hapus 300 Ayat Al-Qur’an: Teroris itu Datang dari Pesantren”, Abraham Ben Moses meminta Kementrian Agama (Kemenag) agar merevisi kurikulum madrasah dan pesantren karena melahirkan orang radikal. Menurutnya, semua teroris datang dari lembaga pendidikan pesantren.
“Saya gurunya dan saya mengerti. Bahkan, kalau perlu pak, 300 ayat (al-Quran) yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu diskip atau direvisi atau dihapuskan dalam Al-Quran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” katanya.*
Rep: Fida A.
Sumber : www.hidayatullah.com